PENDAHULUAN
Sejak proklamasi kemerdekaan hingga saat sekarang ini telah banyak
pengalaman yang diperoleh bangsa kita
tentang kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam negara Republik Indonesia,
pedoman acuan bagi kehidupan berbangsa dan bernegara itu adalah nilai-nilai dan
norma-norma yang termaktub dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945,
sebagai sumber dan disain bagi terbentuknya kebudayaan nasional.
Negara-negara di seluruh dunia
secara naluriah ingin diakui keunggulannya. Kehebatan pada satu bidang tertentu
atau menguasai hampir semua potensi yang harus dimiliki sebuah negara. Lima
negara pemegang hak feto, yakni Perancis, China, Amerika Serikat, Rusia, dan
Inggris terkenal unggul dalam hal persenjataan. Dibalik perang-perang dan
permasalahan keamanan yang terjadi pada beberapa negara-negara bertikai, dapat
dipastikan lima negara tersebut terlibat. Dalam permasalahan moneter, mereka
berperan vital dengan sistem mata uang yang menjadi patokan roda perekonomian
dunia.
Indonesia menjadi negara yang
terkena dampak ulah negara-negara besar penguasa perekonomian dan persenjataan,
ketika mereka melakukan manuver untuk menunjukkan kelebihan masing-masing. Satu
hal keunggulan Indonesia yang mampu menyejajarkannya dengan negara-negara lain,
yakni budaya..
Berbagai
tulisan telah dihasilkan oleh budayawan serta pemerhati seni tentang wayang.
Dari tulisan-tulisan tersebut akan diungkap sedikit ulasan bahwa ketertarikan
pada wayang merupakan upaya untuk mempertegas identitas dan inspirasi bangsa
Indonesia.
LANDASAN
TEORI
1. Pengertian
Istilah identitas nasional dapat
disamakan dengan identitas kebangsaan. Secara etimologis , identitas nasional
berasal dari kata “identitas” dan “ nasional”. Kata identitas berasal dari
bahasa Inggris identity yang memiliki pengertian harfiah; ciri, tanda atau jati
diri yang melekat pada seseorang, kelompok atau . sesuatu sehingga membedakan
dengan yang lain. Kata “nasional” merujuk pada konsep kebangsaan. Kata
identitas berasal dari bahasa Inggris identiti yang memiliki pengerian harfiah
ciri-ciri, tanda-tanda atau jati diri yang melekat pada seseorang atau sesuatu
yang membedakannya dengan yang lain. Jadi, pegertian Identitas Nsaional adalah
pandangan hidup bangsa, kepribadian bangsa, filsafat pancasila dan juga sebagai
Ideologi Negara sehingga mempunyai kedudukan paling tinggi dalam tatanan
kehidupan berbangsa dan bernegara.
Kebudayan bangsa ialah kebudayaan yang timbul sebagai buah usaha
budaya rakyat Indonesia seluruhnya. Kebudayaan lama dan asli terdapat ebagi
puncak-puncak kebudayaan di daerah-daerah seluruh Indonesia, terhitung sebagai
kebudayaan bangsa. Usaha kebudayaan harus menuju ke arah kemajuan adab, budaya
dan persatuan dengan tidak menolak bahan-bahan baru dari kebudayaan asing yang
dapat memperkembangkan atau memperkaya kebudayaan bangsa sendiri serta
mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Indonesia “. Kemudian dalam UUD 1945
yang diamandemen dalam satu naskah disebutkan dalam Pasal 32:
1.
Negara memajukan kebudayan Nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam
memeliharra dan mengembangkan nilai-nilai budaya.
2.
Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya
nasional.
Gagasan
tentang kebudayaan nasional Indonesia yang menyangkut kesadaran dan identitas
sebagai satu bangsa sudah dirancang saat bangsa kita belum merdeka. Hampir dua
dekade sesudah Boedi Oetomo, Perhimpunan Indonesia telah menanamkan kesadaran
tentang identitas Indonesia dalam Manifesto Politiknya (1925), yang dikemukakan
dalam tiga hakekat, yaitu: (1) kedaulatan rakyat, (2) kemandirian dan (3)
persatuan Indonesia. Gagasan ini kemudian segera direspons dengan semangat
tinggi oleh Sumpah Pemuda pada tahun 1928.
Dengan demikian
secara konstitusional, pengembangan kebudayan untuk membina dan mengembangkan
identitas nasional kita telah diberi dasar dan arahnya, terlepas dari apa dan
bagaimana kebudayaan itu dipahami yang dalam khasanah ilmiah terdapat tidak
kurang dari 166 definisi sebagaimana dinyatakan oleh Kroeber dan Klukhohn di
tahun 1952.
Eksistensi suatu bangsa pada era
globalisasi yang sangat kuat terutama karena pengaruh kekuasaan internasional.
Menurut Berger dalam The Bapitalist Revolution, era globalisasi dewasa ini,
ideology kapitalisme yang akan menguasai dunia. Kapitalisme telah mengubah
masyarakat satu persatu dan menjadi sistem internasional yang menentukan nasib
ekonomi sebagian besar bangsa-bangsa di dunia, dan secara tidak langsung juga
nasib, social, politik dan kebudayaan. Perubahan global ini menurut Fakuyama
membawa perubahan suatu ideologi, yaitu dari ideologi partikular kearah
ideology universal dan dalam kondisi seperti ini kapitalismelah yang akan
menguasainya. Dalam kondisi seperti ini, negara nasional akan dikuasai oleh
negara transnasional yang lazimnya didasari oleh negara-negara dengan prinsip
kapitalisme. Konsekuensinya, negara-negara kebangsaan lambat laun akan semakin
terdesak. Namun demikian, dalam menghadapi proses perubahan tersebut sangat
tergantung kepada kemampuan bangsa itu sendiri. Menurut Toyenbee, cirri khas
suatu bangsa yang merupakan local genius dalam menghadapi pengaruh budaya asing
akan menghadapi Challence dan response. Jika Challence cukup besar sementara
response kecil maka bangsa tersebut akan punah dan hal ini sebagaimana terjadi
pada bangsa Aborigin di Australia dan bangfsa Indian di Amerika. Namun demikian
jika Challance kecil sementara response besar maka bangsa tersebut tidak akan
berkembang menjadi bangsa yang kreatif.
Oleh karena itu agar bangsa
Indonesia tetap eksis dalam menghadapi globalisasi maka harus tetap meletakkan
jati diri dan identitas nasional yang merupakan kepribadian bangsa Indonesia
sebagai dasar pengembangan kreatifitas budaya globalisasi. Sebagaimana terjadi
di berbagai negara di dunia, justru dalam era globalisasi dengan penuh
tantangan yang cenderung menghancurkan nasionalisme, muncullah kebangkitan
kembali kesadaran nasional.
Tiap zaman memiliki ungkapan
tersendiri. Untuk saat ini, ungkapan yang tepat untuk seni rupa di Indonesia
adalah “sebagian seni rupa tradisi telah mati”, karena kehilangan masyarakat
pendukungnya. Sebagian “seni” tersebut masuk dalam kategori “hidup segan mati
tak mau” atau dilematis meskipun diupayakan pelestariannya, karena masyarakat
pendukungnya berkurang. Seni rupa tradisi mencoba menyesuaikan diri dengan
kondisi sekarang. Dalam upaya tersebut terjadi ketidakseimbangan karena lebih
banyak pengaruh kaidah Barat yang masuk daripada unsur tradisi bertahan.
Pada masa lalu Indonesia dikenal
sebagai bangsa yang mampu mengolah berbagai pengaruh budaya dari luar sehingga
tinggi muatan lokalnya, serta membawa pengaruh perkembangan budaya tanpa
kehilangan jati diri. Yang terjadi sekarang adalah sebaliknya. Bangsa Indonesia
seakan-akan kehilangan dinding pelindung seni rupa tradisinya (pada akhirnya
berkembang menjadi seni rupa modern).
2. Budaya
Seni Rupa Wayang
Wayang
adalah seni pertunjukan berupa drama yang khas. Seni pertunjukan ini meliputi
seni suara, seni sastra, seni musik, seni tutur, seni rupa, dan lain-lain. Ada
pihak beranggapan, bahwa pertunjukan wayang bukan sekedar kesenian, tetapi
mengandung lambang-lambang keramat. Sejak abad ke-19 sampai dengan sekarang,
wayang telah menjadi pokok bahasan.
Wayang
adalah sebuah kata bahasa Indonesia (Jawa) asli berarti bayang atau
bayang-bayang, berasal dari akar yang dengan mendapat awalan wa menjadi
kata wayang. Wayang sebagai penggambaran alam pikiran Orang Jawa yang
dualistik. Ada dua hal, pihak atau kelompok yang saling bertentangan, baik dan
buruk, lahir dan batin, serta halus dan kasar. Keduanya bersatu dalam diri
manusia untuk mendapat keseimbangan. Wayang juga menjadi sarana pengendalian
sosial, misalnya dengan kritik sosial yang disampaikan lewat humor. Fungsi lain
adalah sebagai sarana pengukuhan status sosial, karena yang bisa menanggap
wayang adalah orang terpandang, dan mampu menyediakan biaya besar. Wayang juga
menanamkan solidaritas sosial, sarana hiburan, dan pendidikan (Sumaryoto dalam
Tim, 2008:2).
Indonesia
memiliki karya seni rupa adiluhung wayang kulit Jawa Wayang menuntut seniman
yang juga dalang mampu merambah lintas bidang. Seorang dalang harus mengerti
musik; filosofi, karakter rupa wayang hingga seni pentas tradisional. Campuran
seni rupa, pentas dan musik semacam ini semakin nyata dalam bentuk wayang
beber. Pasalnya, kerap kali sang Dalang yang melukis sendiri kisah-kisah
pentasnya di atas selembar kain (Sumaryoto dalam Tim, 2008:2)..
Tradisi
di atas mulai terlupakan saat Indonesia memasuki zaman modern. Seni rupa
nasional terus terseok berusaha mengejar kemajuan Barat. Akibatnya, hingga kini
seni rupa Indonesia masih berusaha memaksakan diri masuk dalam kerangka pikiran
Barat. Kerancuan terjadi saat para perupa Indonesia yang masih gamang; berusaha
masuk ke dalam kerangka berpikir Barat yang matang. Seniman-seniman rupa
Indonesia sampai sekarang masih menjadi tawanan pemikiran Barat.
Hal ini sebenarnya menyedihkan
karena di masa lalu kita dikenal sebagai bangsa / suku bangsa yang mampu
mengolah apapun yang datang dari luar sehingga tinggi muatan lokalnya,
berkembanglah kebudayaan tanpa kehilangan jati diri. Dulu ini dimungkinkan
karena kita kenal betul tradisi milik kita, sedang di masa kini dalam hiruk
pikuk modernisasi, kita kurang mengenal (untuk tak disebut mengabaikan) seni
tradisi. Kekurangan ini antara lain bisa diatasi melalui penelitian seni
tradisi. Harus diakui dalam dunia penelitian di Indonesia, penelitian seni
tradisi kurang mendapat perhatian.
DAFTAR
PUSTAKA
http://aktrismonika.blogspot.com/2009/05/identitas-nasional.html,
diakses tanggal 17 oktober 2011.
Sumaryoto.
1990. Ensiklopedia Wayang Purwa I: Proyek Pembinaan Kesenian Direktur
Jenderal Kebudayaan. Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan: Jakarta.
Sedyawati,
Edi; Darmono, Sapardi Djoko. 1983. Seni dalam Masyarakat Indonesia. PT Gramedia: Jakarta.
Smith, Anthony D. 2003. Naionalisme,Teori
Ideologi, Sejarah. Jakarta: Penerbit
Erlangga.
Sugiarto. 1991. Identitas
dan Hakikat Bangsa Kita. Jakarta.
Azra,
Azyumardi. 2006. Rejuvenasi Pancasila diTengah Arus Globalisasi.
Jakarta : Yayasan Taman Pustaka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar